Semuanya dimulai dari kebiasaan tahun lalu, dimana
aku coba menyimpan embed
dari kegiatan World Economic Forum (WEF). Tahun ini aku ikutan lagi via online,
karena terus terang, rasanya tidak mungkin kalau aku berangkat ke Davos (Swiss) secara biaya tentu saja mahal.
Beberapa bulan sebelum tanggal 20 Januari 2016,
aku sesekali mendapat info mengenai WEF dari fanpage di Facebook.
Dari situ aku jadi tahu bahwa tema WEF tahun ini adalah #4IR, yang kurang-lebih
berarti “Mastering 4th Industrial Revolution”, dan acara WEF 2016 berlangsung dari tanggal
20-23 Januari 2016. Info demi info yang ada di Facebook membuat aku tertarik
untuk ikutan lomba essay, sehingga menghasilkan sebuah tulisan yang berjudul “Me, Myself, & 4th Industrial Revolution”. Terus-terang aku tidak
tahu, mengapa memilih judul itu. Hmmm... mungkin lantaran begitu dekat dengan
aku, atau mungkin lantaran aku menyukai sesuatu yang bersifat science dan masa
depan, atau bisa juga lantaran teringat salah satu cita-cita zaman dulu, ingin
menjadi Astronot.
Lomba essay ini membuat aku belajar tentang medium dot com,
sebuah wadah yang konon adalah pengembangan dari twitter. Sebenarnya aku belum
begitu paham tentang medium ini, namun setelah dipelajari secara seksama dan
dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, sedikit-banyak aku jadi tahu bahwa medium
diperuntukkan untuk mereka yang hobi menulis. Jika twitter hanya membatasi
tweet dengan 140 karakter, kalau medium konon terdiri dari 900 kata (minimal).
Jujur saja, essay di medium membuat aku berfikir
untuk menang. Soalnya kebayang, bagaimana rasanya tulisan kita dibaca oleh jutaan
umat (Secara WEF, lho). Tapi ke belakang, aku sama sekali tidak peduli. Malah
memasuki tanggal 20 Januari, aku fokus ke akun twitter @wef dan @davos
usai mendapat email dari Adrian Monck.
Di bawah ini adalah rentetan peristiwa menjelang WEF
2016, yang kuanggap, sebagai pengalaman pertama memahami dunia teleconference
(anggap saja seperti itulah, biar keren dikit), antara lain:
1. Setelah tahun kemaren, kali ini aku jadi tahu
apa beda akun twitter @davos dan @wef. Akun twitter @wef ternyata berisi
makalah dan kesimpulan acara. Jadi kalau kita blank dengan suatu materi, kita
bisa ngecek langsung di akun twitter @wef. Sedang @davos, berisi live tweet
sepanjang forum. Mulai dari quote-quote menarik para panelis, kode bahwa acara
sedang dimulai, sampai informasi live streaming. Ini baru aku ketahui tahun
ini, karena tahun kemaren aku hanya fokus di embed dan tak peduli apa isi
materi mengenai apa (jujur saja),
2. Setelah mengetahui dua hal tersebut, maka aku
mulai membiasakan diri untuk menjadi bagian dari forum. Bayangkan, posisiku di
sebuah desa bernama Gelumbang, yang jaraknya kurang-lebih 58 km dari Jembatan
Ampera, sedang mengikuti acara yang berlangsung di kota salju bernama Davos,
Swiss. Teknologi benar-benar membuat aku jadi bagian dari semua itu. Dimulai dari
email Adrian Monck, memantau tweet, hingga merangkum respon dalam link-link. Merangkum
aku lakukan untuk menelaah ulang, apa-apa saja poin yang dibahas selama acara.
Minimal yang menarik buat aku,
3. Tanggal 14 Januari 2016, social media
dikejutkan oleh bom di Jakarta.
Aku bukan main terkejut, soalnya sempat membaca tentang iklim investasi di Indonesia (diwakili kawasan ASEAN) yang berada di
peringkat ke-3. Berita mengenai bom ini tentu saja membuat shock, aku sempat
menelusuri berbagai berita terkait isu tersebut. Untungnya semua itu tidak
berakibat buruk terhadap psikologis masyarakat kita, malah ini membuat kita
(Indonesia) menjadi lebih bersatu dan mengutuk tindakan terorisme,
4. Di sisi lain, aku juga menemukan sebuah surat
dari medium dot com. Surat terbuka ini ditulis oleh David Swan (seorang tentara Amerika),
5. Ini adalah pengalamanku melihat respon di dunia
maya terkait berita bom di Jakarta. Respon yang aku telaah mulai dari satu
artikel ke artikel lain dengan keyword di google, “Indonesia”. Ternyata google
masih banyak menghadirkan berita positif tentang Indonesia. Inilah yang membuat
aku merasa nyaman untuk ikut memantau WEF 2016, sekaligus belajar. Karena toh
aku masih berkuliah di “Ekonomi Pembangunan”, meskipun sudah beberapa tahun
cuti. Dari sekian banyak berita, artikel satu ini yang menarik pemikiranku. Terlepas dari siapa yang menjadi objek
artikel-nya, yang jelas, isinya membuat aku berfikir. Poin artikelnya adalah,
“Peta Perubahan Iklim Investasi di Indonesia”.
Sementara ini 5 poin di atas yang menjadi catatan
awal. Lain waktu disambung lagi, karena banyak cerita yang aku dapat dari hasil
teleconference (biar keren) dengan Davos 2016.
(Gelumbang, Sumatera Selatan, Indonesia / 25- 26 Januari
2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar