Aku benar-benar tidak percaya dengan apa yang terjadi, saat Davos 2016, aku berkesempatan untuk connect dengan “Mina Guli” (cek wikipedia siapa dia). Tadinya aku masih bingung, kenapa malah dia yang menjadi “point of interest”? Kenapa tidak dengan wanita-wanita lain yang berpenampilan menarik? Cukup lama aku merenungkan ini, kira-kira sepenanakan nasi dan sepeminuman teh, ditambah 2 tiga pulau terlewati (dalam mimpi).
Hmmm... Setelah ditelaah, ternyata ini ada hubungannya dengan cita-citaku yang ingin menjadi “Marathon Man”. OMG, sebuah cita-cita yang sampai sekarang belum juga aku mulai. Aku coba bertanya pada diriku sendiri, mengapa marathon belum juga aku mulai? Mengapa aku tak bergegas mengambil sepatu dan bergerak? Kenapa?
Aku setuju kalau ini dikaitkan dengan “mindset”, bahkan terkadang dengan naif-nya aku berfikir, bahwa dengan lari marathon aku ingin mendapatkan “uang”. Persepsi yang sebenarnya jujur, namun berkesan kurang elegan. Aku jadi bingung dengan diriku sendiri, mengapa semua harus diukur dengan uang? Apakah uang itu adalah segalanya? Atau gimana?
Mungkin ini ada hubungan dengan pepatah Bahasa Inggris yang pertama kali aku pelajari dulu, “a Golden Key opens every door”. Mungkin juga, sih. Bisa jadi. Namun jika aku menganggap uang tidak-lah penting, terus bagaimana aku hidup? Toh kebutuhan hidup terpenuhi dengan memakai uang. Be real ajah, alat pembayaran adalah uang dan bukan daun. Inilah aku. Polos, lugu, dan miskin (miskin, mungkin berarti “poverty mind”).
Mina Guli, sebuah nama yang aku kenal selama teleconference di Davos 2016. Mina adalah CEO dari Thirst. Poin pertama yang menarik minatku adalah, CEO. Meski sebenarnya aku kurang paham artinya apa, yang jelas, kalau di kartu nama memakai tulisan CEO itu berkesan keren. Padahal CEO bisa kepanjangan dari apa saja. Mungkin CEO artinya “CEwek Ompong”, atau mungkin “CEbokin Om”, atau malah “Cinta Emang Oyeah”. Bisa jadi, kan?
Yang jelas Mina ini luar biasa. Mulai dari tatapan matanya, rambutnya, jemarinya, senyumnya, bahkan kakinya. Ya iya, dong. Masak kaki pelari unyu-unyu? Kaki buruk rupa itu justru terasa indah saat membaca tujuan utama dari #Run4Water ini. Konon katanya, tujuan #7DesertsCountdown ini dalam rangka mengumpulkan air sebanyak 1 milyar liter. Bayangkan, kalau 1 liter air bening (bukan putih) saja harganya sekian, gimana kalau 1 milyar liter? Wadaw, kalkulator milikku sampai “heng” menghitung uangnya dalam currency IDR (kurang digit).
Omong-omong soal lari, Mina dan tim hendak menaklukkan 7 gurun di dunia dengan marathon. Yang menjadi destinasi pertama adalah Gurun Tabernas, di daerah Almeria, Spanyol. Aku sempat searching via internet, ada apa saja di gurun tersebut? Hmmm...
Salah satu yang menarik minatku adalah “Mini Hollywood”, sebuah studio alam yang ternyata pernah menjadi tempat pembuatan film dari Clint Eastwood dan franchise Indiana Jones, kemudian ada “Indalo”, sampai ke “Plataforma Solar de Almeria”. Yang bikin ngeri justru Indalo ini, soalnya agak berbau mistik. Kalau sudah begini, muncul deh adegan-adegan menegangkan di film tentang voodoo, santet, macam-macam. Untung aku ingat sama Indiana Jones, kalau tidak, dari kemaren aku sudah gemeterrran mana tahaaan. Iiiy... Syereeem...
Ada pelajaran unik saat memahami perjuangan Mina, yaitu masalah kaos kaki. Kalau mau lari, kita butuh yang namanya kaos kaki. Aku juga bingung kaos kaki model apa yang bisa bikin Mina semacam punya ilmu meringankan tubuh kayak gitu? Apa ini ada hubungannya sama Nobita, atau gimana? Kalau memang benar ada hubungan, berarti aku juga bisa dong lari keliling dunia pakai kaos kaki Doraemon. Kalau Doraemon tidak mengabulkan, kan masih ada “Pak Janggut dan Buntelannya”? Kalau juga belum ketemu, ya emang nasib ajah musti marathon sesuai dengan ejaan yang disempurnakan.
Cuy! Marathon di 7 gurun emang mudah apa? Lari 1 keliling lapangan bola saja sudah ngos-ngosan, gimana sama marathon? Emang kalau marathon nggak haus apa?
Link:
All Photos from Thirst
(Gelumbang, Sumatera Selatan, Indonesia / 6 Februari 2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar